Pada tahun 399 SM, Socrates harus
menerima kenyataan dihukum mati karena dituduh tak percaya Tuhan oleh
pengadilan Athena. Dengan dipaksa meminum ramuan tanaman hemlock (Conium macalatum). Racun dengan cepat bekerja, muntah, sakit perut, limbung, otot-ototnya lumpuh, bicara meracau dan pada akhirnya
mati lemas.
Ada banyak tanaman beracun yang mengiringi sejarah tragedi manusia yang
harus mati karena dipaksa atau sukarela menelannya. Bahkan sang
pujangga yang sangat terkenal Shakespeare, sering "membunuh" karakter tokoh dalam ceritanya dengan
tanaman beracun. Diceritakan Juliet meminum segelas Belladona (Atropa belladonna), dan banyak kisah lain yang menggunakan tanaman beracun.
Itu tadi adalah kisah di Eropa, bagaimana dengan Indonesia?. karena Indonesia ternyata juga punya beberapa spesies
tanaman yang perlu kita waspadai, karena mengandung racun yang dalam dosis berlebih bisa membunuh.
Dari sekian banyak jenis tanaman beracun yang tumbuh di Indonesia, kali ini kita hanya akan membahas 5 jenis tanaman yang dianggap paling beracun.
Tanaman Jarak (Ricinus communis)
Walaupun daun dan getah jarak banyak
digunakan untuk pengobatan tradisional, tapi siapa sangka biji jarak
adalah pembunuh yang mematikan. Hanya dengan memakan dua biji jarak sudah cukup
menamatkan riwayat kita selamanya.
Ricin adalah senyawa sampingan yang dihasilkan dari pengolahan biji
tanaman jarak. Zat ini dapat mengakibatkan orang tewas karena
menyebabkan gangguan sistem peredaran darah dan pernafasan. Saat ricin
masuk dalam tubuh, satu molekul ricin akan membunuh satu sel. Bila
senyawa ini terhirup, disuntikkan atau tertelan, kurang dari titik kecil
ricin dapat membunuh seseorang dalam waktu 36-48 jam.
Para ahli medis mengatakan, ricin merupakan pembunuh ganas sekuat virus
anthrax. Dan, bahayanya lagi, sampai saat ini belum ditemukan
penawarnya.
Tanaman sejenis yaitu Jarak Pagar
(Jatropha curcas) juga tak kalah beracun. Sebuah
penelitian komparasi (perbandingan) efektivitas racun antara Ricinus
communis dengan Jatropha curcas dengan cara memberi makan biji keduanya
pada ayam, menunjukkan ayam yang memakan biji
Ricinus communis dan
Jatropha curcas mati, namun reaksi racun Ricinus communis lebih cepat.
Ubi Racun/Singkong Karet (Manihot glaziovii)
Singkong atau ubi memang mengandung racun, namun kadarnya berbeda bergantung varietasnya. Singkong pahit, Manihot glaziovii (dikenal sebagai ubi racun atau singkong karet) kadar racunnya jauh lebih tinggi dibanding singkong manis, Manihot utilissima
(singkong yang kita konsumsi sehari-hari). Racun biasanya
terkonsentrasi di daun dan umbi singkong, diketahui sebagai senyawa
cyanogenik glycoside; linamarin dan lotaustralin yang oleh enzim dapat
menghasilkan asam sianida.
Sianida
dikenal sebagai pembunuh berdarah dingin dan sulit terditeksi, ia tidak
berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Satu-satunya indikator untuk
mengetahui sianida ada pada singkong adalah warna kebiruan yang muncul
pada umbi bila lama terpapar udara. Kambing yang memakan beberapa lembar
daun ubi racun dipastikan akan tewas tidak lama kemudian.
Racun
sianida akan jauh berkurang bila dipanaskan. Banyak korban keracunan
akibat salah dalam pengolahan singkong karena memasak umbi atau daun
tidak sempurna. Jadi, jangan pernah memakan daun atau umbi singkong
dalam keadaan mentah atau setengah matang.
Kecubung (Datura Metel)
Kecubung yang berada di Indonesia
adalah jenis Datura Metel, masih satu keluarga dengan Bunga Lonceng.
kecubung ini mengandung beberapa senyawa kimia yang berkhasiat
menyembuhkan. Kandungan ini membuat kecubung dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional untuk berbagai penyakit seperti asma, reumatik, sakit
pinggang, pegel linu, bisul maupun eksim, sakit gigi, ketombe, hingga
nyeri haid. Bagian yang paling sering dipakai sebagai obat herbal adalah
daun kecubung.
Namun kecubung juga mengandung racun berupa zat alkaloid yang mempunyai
efek halusinogen terutama pada bagian bijinya. Efek yang ditimbulkan
bila kecubung yang dikonsumsi melebihi takaran antara lain mual, muntah,
sesak nafas, rasa gelisah, nadi berdenyut cepat, kulit wajah dan tubuh
berubah menjadi merah, pusing, mulut terasa kaku, halusinasi hingga
akhirnya berujung pada kematian. Dalam beberapa kasus ditemukan
penggunaan racun biji kecubung untuk bunuh diri.
Gympie-Gympie (Dendrocnide moroides) Namanya terdengar imut-imut, tapi ternyata racunnya amit-amit.Orang luar negeri sering menyebutnya sebagai tanaman penyengat karena bila kulit tersentuh daun gympie-gympie sedikit saja, rasanya seperti disengat oleh panas luar biasa dan tidak akan hilang hingga berbulan-bulan. Tanaman ini memiliki track record pernah membunuh hewan dan manusia. Biasanya tumbuh di hutan timur laut Australia dan Hutan Maluku, Indonesia. Saking kuat racunnya, daun gympie-gympie yang telah kering beratus tahunpun masih mengandung racun moroidin (racun yang terdapat di bulu tanaman gympie-gympie).
Bila anda masuk hutan dan melihat tanaman ini, segeralah menjauh. Berada di dekat pohon gympie-gympie juga beresiko terkena racunnya. Dengan efek racun yang begitu dashsyat, tentara Inggris diduga pernah tertarik pada Gympie-Gympie dan berniat menjadikannya senjata biologis pada akhir 1960.
Pohon Upas (Antiaris toxicaria)
"Serombongan pengembara berteduh di
bawah pohon di sebuah tanah lapang. Semenit kemudian seorang jatuh dan
mati tanpa sebab. Yang lain lari tunggang-langgang sebelum akhirnya satu
persatu juga jatuh dan mati. Mereka tidak tahu pohon itu adalah pohon
upas." Cerita horor tersebut dicatat oleh Friar Odoric (1286-1331), misionaris Italia yang mengunjungi Nusantara abad ke-14.
Pohon Upas begitu legendaris pada masa penjajahan VOC di Nusantara,
bahkan selama berabad-abad jadi momok menakutkan tentara VOC menghadapi
perlawanan rakyat yang memakai racun upas sebagai senjata. Sampai pada akhirnya Letnan
Gubernur Thomas Stamford Raffles (1781-1826) mengutus Thomas Horsfield
(1773-1859), naturalis asal Amerika Serikat, untuk mempelajari racun pohon tersebut.
Hasilnya, pohon upas memang mematikan, tapi hanya lendir getahnya. Efek
racun pohon upas itu cukup mengejutkan kala diujicobakan kepada seekor
ayam dan anjing, yang pertama langsung mati kurang dari dua menit dan
yang satunya dalam sekitar delapan menit. Dalam laporannya pada 1812,
Horsfield mengutarakan bahwa penduduk lokal sudah menyadari khasiat
racun pohon upas untuk keperluan membunuh lawan-lawannya. Sekali
terkena getah racunnya, orang tersebut akan kejang-kejang lalu mati.
Sampai sekarang, pohon upas masih dapat ditemukan di Indonesia. Di Jawa,
ia lebih dikenal sebagai pohon ancar, yang akhirnya menjadi nama
ilmiah untuk pohon ini,
Antiaris toxicaria.
Disarikan dari berbagai sumber.
SILAHKAN LIKE/SHARE ARTIKEL INI: